PROSIDING: Revitalisasi Pendidikan Karakter di Era Modernisasi

Jumat, 14 Agustus 2015




PROSIDING : SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU FKIP JIP PGSD 
ISBN : 978-602-8043-489


REVITALISASI PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA MODERNISASI

Oleh: Yeni Asmara, M.Pd.
Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
e-mail :  yeni.stkip.@gmail.com

ABSTRAK

Revitalisasi pendidikan karakter sebagai upaya meningkatkan kualitas bangsa Indonesia dapat dimulai dengan membenahi pendidikan seperti mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kurikulum pendidikan. Nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan kepada bangsa Indonesia adalah nilai-nilai karakter yang telah dimiliki oleh masyarakat melalui proses internalisasi. Integrasi pendidikan karakter dalam kurikulum sekolah dapat dilaksanakan melalui kurikulum yang bersifat holistik berlandaskan pada pendekatan Inquiry yaitu anak dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi, dan berbagi gagasan. Adapun strategi yang dapat diterapkan oleh guru dalam mengintegrasikan pendidikan karakter  pada setiap kurikulum adalah sebagai berikut; 1) Guru dapat menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi keaktifan murid, 2) Guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, 3) Guru memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sitematis, dan terkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good, 4) Guru dapat menerapkan metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing peserta didik.
               
Kata Kunci : Revitalisasi, Pendidikan Karakter

A.      Pendahuluan
Di Era modernisasi yang ditandai dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang canggih telah membawa masyarakat Indonesia menjauh bahkan melupakan karakter bangsa yang merupakan pondasi utama dan penting untuk ditanamkan kepada anak-anak sejak dini. Pada saat ini dapat dikatakan Indonesia mengalami krisis multidimensional termasuk di dalamnya adalah krisis karakter terutama yang terjadi pada anak-anak sebagai generasi muda. Dari beberapa kasus yang terjadi seperti tindakan buillying yang dilakukan anak-anak di sekolah terhadap teman-teman sehingga mengakibatkan kerugian bahkan kematian.
Menurunnya nilai-nilai budi pekerti, moral dan etika dari generasi bangsa yang ditunjukkan dengan berbagai macam sikap, prilaku dan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang sesuai dengan falsafah bangsa. Permasalahan tersebut seharusnya menjadi perhatian dan pemikiran penting bagi dunia pendidikan, dikarenakan pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa.
 Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menghadapi era modernisasi karena kualitas karakter bangsa ikut menentukan kemajuan suatu bangsa. Sebuah peradaban akan menurun apabila terjadi demoralisasi pada masyarakatnya. Faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membantu sebuah masyarakat yang tertib aman dan sejahtera. Dengan demikian karakter bangsa saat ini merupakan harga mati karena prilaku menyimpang telah membudaya yang hanya dapat diberantas dengan mengubah pola pikir dan karakter, tidak ada pilihan lagi jika bangsa Indonesia ingin diakui oleh dunia. Oleh karena itu seharusnya bangsa Indonesia tetap berpegang teguh pada nilai-nilai budaya yang kuat sehingga tetap mencerminkan kepribadian bangsa yang sesuai dengan falsafah Pancasila.
Melihat realita karakter bangsa yang sangat memprihatinkan, maka diperlukan upaya pemberantasan karakter buruk tersebut dengan cara mengubah pola pikir ataupun karakter manusia melalui pendidikan, sehingga pendidikan karakter sebagai pilar dari kebangkitan bangsa yang dianggap sebagai salah satu agenda strategis untuk mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua komponen bangsa terutama kalangan pendidik.
Pendidikan pada dasarnya upaya pembentukan karakter yang didalamnya terdapat upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik. Karena itu pendidikan karakter harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari kalangan dunia pendidikan. Pendidikan karakter yang saat ini dijadikan sebagai langkah strategis dalam memperbaiki keadaan bangsa sebagai implementasi dari upaya pemerintah  merevitalisasi pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan, karena dianggap generasi muda saat ini telah jauh dari nilai-nilai moral budaya bangsa sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.
Konsep revitalisasi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sebuah upaya menghidupkan dan membangkitkan kembali pendidikan karakter pada jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Maka dari itu dalam tulisan ini perlu mengemukakan tentang hakikat pendidikan karakter, sasaran pendidikan karakter, bentuk revitalisasi pendidikan karakter, strategi dan peran guru dalam revitalisasi pendidikan karakter.
                Revitalisasi pendidikan karakter dalam dunia pendidikan terutama di sekolah-sekolah sangat memerlukan tenaga pendidik yang handal, bukan saja handal dalam segi tranfer pengetahuan melainkan handal juga dalam segi olah rasa, olah jiwa dan penyampaian pesan-pesan moral. Dalam perannya tersebut pendidik harus melakukan penanaman dan pembinaan karakter bagi siswa serta menuntut kesadaran yang tinggi bagi setiap komponen yang terlibat agar dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dalam matapelajaran setiap jenjang pendidikan. Hal tersebut sebagai upaya mengubah, membentuk dan membangun serta memperbaiki karakter bangsa Indonesia terutama generasi muda yang saat ini telah menyimpang dari falsafah bangsa.




B.  Metode
Metode merupakan cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data. Makalah ini disusun dengan menggunakan metode literature artinya penulis melakukan pengumpulan data dengan membaca buku-buku dan dan sumber-sumber yang relevan atau mendukung pembahasan makalah yang disajikan yakni berkaitan dengan masalah revitalisasi pendidikan karakter di era modernisasi yang mencakup tentang hakikat pendidikan karakter, bentuk revitalisasi pendidikan karakter, strategi dan peran guru dalam revitalisasi pendidikan karakter.

C. Pembahasan
1. Hakikat Pendidikan Karakter
                ”Pendidikan Karakter” bukanlah ”Pendidikan tentang Karakter” tetapi merupakan proses edukasi untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada diri peserta didik dan membimbing atau melatih anak untuk dapat dan selalu bertindak atau menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai tersebut (Sirozi, 2011:4)
                Krisis akhlak yang disebabkan kurang efektifnya pendidikan nilai dalam arti luas (di rumah, sekolah dan masyarakat) menimbulakan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa dan negara, sehingga pendidikan dipandang belum mampu menyiapkan generasi muda untuk menjadi warga negara yang baik. Dunia pendidikan dianggap telah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu mengembagkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Maka dari itu diperlukan sebuah upaya revitalisasi yakni menghidupkan kembali pendidikan karakter yang telah ada sebelumnya, tetapi dalam dasawarsa terakhir dikarenakan faktor-faktor tertentu sebagai dampak modernisasi terjadilah sebuah pergeseran nilai-nilai sehingga membawa masyarakat jauh bahkan melupakan pendidikan karakter itu sendiri.
                Langkah strategis dari revitalisasi pendidikan karakter dapat dimulai dari membenahi pendidikan yaitu dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kurikulum pendidikan. Dalam konteks demikian maka, nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan kepada bangsa Indonesia adalah nilai-nilai karakter yang telah dimiliki oleh masyarakat melalui proses internalisasi.
Adapun nilai-nilai karakter yang perlu dimiliki oleh anak yang dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum adalah sebagai berikut; (1) Nilai-nilai spiritual yaitu nilai keberagamaan yang berorientasi kepada etika dan akhlak serta penyeimbang antara ke saleha individu dan sosial seperti taat beragama, maju berbudaya ; (2) Nilai-nilai solidaritas kebangsaan yang harmosia dan dinamis yang perlu ditanamkan seperti kebiasaan hidup berdampingan secara damai, saling memahami, menghormati, tolong menolong untuk kemajuan bangsa dan negara; (3) Nilai-nilai kedisiplinan yaitu membiasakan agar selalu tepat pada waktu, dan menyadari norma-norma hukum yang berlaku; (4) Nilai-nilai kemandirian, seperti melatih untuk melakukan sesuatu dengan usaha sendiri tidak selalu bergantung kepada orang lain; (5) Niali-nilai kemajuan dan keunggulan seperti membangun karakter yang selalu berorientasi kepada prestasi dan semangat kerja (Nawawi, 2011:5).
Kemudian nilai-nilai karakter lain yang dapat diintegrasikan dalam kurikulum yaitu nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia Indonesia misalnya; 1) Nilai religius; yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian seperti taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong menolong dan toleran, 2) Moderat yang dicirikan dari sikap hidup yang tidak radikal, kepribadian tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan rohani, hidup bersama dalam kemajemukan, 3) Cerdas yang dicirikan oleh sikap hidup rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju, 4) Mandiri yang dicirikan oleh sikap hidup mereka, disiplin, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, cinta bangsa tanpa kehilangan orientasi ( PP-Muhammadiyah, 2009).
                Nilai-nilai karakter tersebut dapat berjalan efektif jika dalam pengintegrasian pada kurikulum dapat dikemas dalam bentuk pengalaman langsung (real life exferience), melalui proses habituasi, akulturasi, dan inkulturasi. Jalaludin (2011:9) menjelaskan bahwa untuk dapat secara efektif membentuk ”tabiat” atau ”perangai” dengan menanamkan nilai-nilai maka, pendidikan karakter perlu lebih menekankan proses bukan hanya content dan contexts, bukan hanya text. Dengan kata lain, pendidikan karakter tidak cukup jika hanya dikemas dalam bentuk ceramah, pengarahan atau pidato-pidato. Pendidikan karakter memerlukan program-program yang riil, yang berkaitan dengan kehidupan nyata dan ditunjang oleh ilmu tingkah laku, dan paling penting adalah “pendidik” yang memberikan contoh tersebut.
                Dengan landasan keilmuan yang kuat dan pengalaman langsung melalui proses habituasi, akulturasi, dan inkulturasi maka, pendidikan karakter yang mengintegrasikan nilai-nilai kehidupan diharapkan dapat membentuk prilaku lahir batin warga negara, serta dapat menjadikan anggota masyarakat memiliki keseimbangan antara kehidupan pribadi dan lingkungan, menjunjung tinggi kehormatan, peduli, berkeadilan dan bertanggung jawab.
Pendidikan karakter yang mencakup pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral dan watak yang dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan dituntut untuk dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memberikan keputusan-keputusan baik, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Kemendiknas, 2011). Pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam kurikulum bukan hanya sekedar menanamkan mana yang benar atau salah tetapi berusaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya.
Menurut Gedhe (2011:23) menjelaskan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang dintegrasikan ke dalam kurikulum akan efektif apabila dalam pelaksanaanya ada keseimbangan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Penekanan pada aspek kognitif diperlukan, agar peserta didik dapat membuat pertimbangan moral (value analysis) dan mendiskusikan alasan-alasan tentang kedudukan nilai-nilai yang terkait dengan karakter melalui proses berpikir logis.
Keseimbangan ranah kognitif, afektif dan psikomotor dapat diwujudkan ke dalam semua perangkat pembelajaran baik yang tercantum dalam teks kurikulum formal maupun yang tersembunyi di balik pola interaksi interpersonal di lingkungan sekolah. Kemendiknas (2011:5) menjelaskan bahwa keseimbangan antara pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan prilaku yang baik (moral action) adalah prasyarat bagi keberhasilan pendidikan karakter, karena hanya dengan keseimbangan tersebut dapat diwujudkan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik, yang juga dijelaskan oleh Sayid Qutub bahwa pendidikan karakter perlu menjaga keseimbangan antara pengembangan spritual-perasaan, intelek-rasional dan jasmaniah.

2. Sasaran Pendidikan Karakter
                Untuk menyukseskan program revitalisasi pendidikan karakter membutuhkan dukungan dan kerjasama antara semua pihak. Pendidikan karakter yang bertujuan membentuk kepribadian seseorang, akan terlihat hasilnya dalam tindakan nyata seorang tersebut seperti tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Kesemua hasil itu dapat terjadi secara konkret apabila semua pihak bukan hanya sekedar mendukung dalam bentuk instruksi saja tetapi yang lebih penting bagaimana semua pihak yang bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian bangsa dapat menjadi contoh dalam melaksanakan karakter yang baik sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku bagi generasi bangsa. Pendidikan karakter tanpa adanya contoh atau keteladanan dari semua pihak, maka tidak akan membuahkan keberhasilan.
                Sasaran pendidikan karakter bukan hanya diperuntukan bagi siswa ketika berada di sekolah, bukan hanya untuk anak ketika berada di rumah, atau bukan juga hanya masyarakat bawah jika dalam sebuah negara. Ketika berada di lingkungan rumah, sekolah, bahkan negara sosok seperti orang tua, guru, pemerintah sebagai pemimpin, dan semua pihak yang ada dalam trilogi pendidikan harus mampu menjadi teladan atau contoh yang baik dalam setiap lingkungan tempat melakukan interaksi, dikarenakan contoh yang nyata dapat memudahkan baik anak, siswa atau masyarakat sekalipun dapat mudah memahami pengetahuan yang diperoleh, dalam pendidikan yang lebih penting bukan hanya penguasaan materi atau pengetahuan saja melainkan perlu mengedepankan akhlak, moral yang baik untuk meningkatkan kualitas SDM yang siap menghadapi tantangan di era modernisasi sehingga bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila.
                Hubungannya dengan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah maka guru, siswa dan anggota komunitas sekolah harus bersama-sama berjuang dalam menghayati visi dan merealisasikan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan. Karena guru adalah pelaku perubahan. Dengan demikian guru memiliki peranan utama sebagai pendidik karakter. Sebagai pendidik karakter, guru wajib membekali para siswa dengan nilai-nilai kehidupan yang positif dan yang berguna bagi kehidupan siswa pada saat ini dan masa yang akan datang. Guru yang baik akan membawa perubahan terhadap para siswa menuju ke arah yang lebih baik, membuat siswa menjadi cerdas, membuat siswa mampu memahami dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, dan yang paling penting adalah membangun karakter positif.

3. Bentuk Revitalisasi Pendidikan Karakter
Upaya dalam menghidupkan dan membangkitkan kembali (Revitalisasi) pendidikan karakter yang merupakan langkah penting dilakukan oleh pemerintah seperti dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam berbagai kurikulum yang ada di sekolah-sekolah mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi.
Pendidikan karakter yang dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah bukan hanya memberikan aktifitas kognitif saja pada peserta didik tanpa diberikan pengalaman dan habituasi, sehingga memungkinkan lahirnya generasi yang memiliki pengetahuan luas tentang karakter tetapi tidak memiliki karakter. Tantangan yang paling mendasar dalam pelaksanaan pendidikan karakter adalah kemampuan membentuk manusia-manusia yang tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas tentang karakter, tetapi juga punya karakter (Sirozi, 2011:7). Dengan demikian pendidikan karakter sebaiknya tidak monolitik atau dikemas dalam satu mata pelajaran tersendiri, tetapi diintegrasikan dengan semua kegiatan baik kurikuler dan ekstra kurikuler. Dengan kata lain pendidikan karakter diharapkan dapat menjadi inti dari semua program pendidikan atau matapelajaran dikarenakan bagian yang paling esensial dari pendidikan karakter adalah “membangun karakter” bukan membuat “mata pelajaran pendidikan karakter”.
                Pendidikan karakter dapat terlaksana dengan baik apabila lembaga pendidikan dapat membenahi kondisi dan mutunya yang berhubungan langsung dengan fungsi dan peran lembaga pendidikan itu sendiri. Herbert Spenser menjelaskan bahwa ”education has for its object the formation of character” pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter (Arsyad, 2011:10). Selain itu, terlaksananya pendidikan karakter memerlukan kesadaran, semangat, dan komitmen yang tinggi dan disertai dengan strategi yang tepat sehingga pendidikan karakter dapat berjalan efektif.
                Melalui pola terpadu (Intergrated Character Education), maka pendidikan karakter diharapkan menjadi perhatian dan tanggung jawab semua pendidik, apapun bidang studi atau pelajaran yang diajarkannya. Semua guru bidang studi berpartisipasi aktif dan menjadi teladan yang baik dalam menyukseskan pendidikan karakter. Ketika muncul persoalan karakter dalam kehidupan peserta didik, maka semua pendidik turut bertanggung jawab, bukan saling menyalahkan antar guru bidang studi tertentu.
                Untuk pencapaian tujuan pendidikan karakter yang utuh, diperlukan kurikulum yang bersifat holistik yaitu kurikulum terpadu yang menyentuh semua aspek kebutuhan anak. Muslich (2011:32) menjelaskan bahwa sebuah kurikulum yang terkait, tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual. Bidang-bidang pengembangan dalam setiap satuan pendidikan dikembangkan pada konsep pendidikan kecakapan hidup yang terkait dengan pendidikan personal, sosial, pengembangan berpikir atau bersifat kognitif, pengembangan karakter dan pengembangan persepsi motorik dapat terangkum dengan baik apabila materi ajarnya dirancang melalui pembelajaran yang terpadu dan menyeluruh (holistik).
                Secara teknis, pembelajaran holistik terjadi apabila kurikulum dapat menampilkan tema yang mendorong terjadinya eksplorasi atau kejadian-kejadian secara autentik dan alamiah. Azra (2012:25) menjelaskan bahwa dengan munculnya tema atau kejadian yang alami ini akan terjadi suatu proses pembelajaran yang bermakna dan materi yang dirancang akan saling berhubungan dengan berbagai bidang pengembangan yang ada dalam kurikulum.
                Pendidikan karakter dengan kurikulum holistik berlandaskan pada pendekatan Inquiry yaitu anak dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi, dan berbagi gagasan. Anak-anak didorong untuk berkolaborasi bersama teman-temannya dan belajar dengan cara mereka sendiri. Anak-anak dapat diberdayakan sebagai si pembelajar dan mampu mengejar kebutuhan belajar mereka melalui tema-tema yang dirancang. Pembelajaran holistik dapat dilakukan dengan baik apabila pembelajaran dilakukan bersifat alami, natural, nyata, dekat dengan diri anak, dan guru melaksanakannya dapat memiliki pemahaman konssep pembelajaran terpadu dengan baik, selain itu juga dibutuhkan kreatifitas dan bahan-bahan sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam membuat model-model pembelajaran yang tematis sehingga pendidikan karakter dapat lebih bermakna dalam pelaksanaannya.
                Adapun tujuan dari pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum yang sifatnya holistik dapat membentuk manusia secara utuh yang berkarakter dengan mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreatifitas, spiritual dan intelektual siswa secara optimal, serta membentuk manusia yang life long learners (pembelajar sejati).

4. Strategi dan Peranan Guru dalam Revitalisasi Pendidikan Karakter
                Revitalisasi pendidikan karakter dapat berhasil dengan baik apabila semua komponen pendidikan memiliki komitmen yang tinggi untuk melakukan perbaikan kualitas SDM meliputi perbaikan dan peningkatan terhadap karakter bangsa yang bermoral, beretika, dan berbudaya. Apabila komponen pendidikan tersebut terutama pendidik tidak memiliki kesadaran tinggi dan kompetensi yang handal untuk melaksanakan revitalisasi tersebut, maka pendidikan karakter yang saat ini merupakan langkah strategis bagi pemerintah di bidang pendidikan dengan tujuan untuk memperbaki moral bangsa hanya akan menjadi sekedar wacana tanpa ada hasilnya.              Strategi yang dapat diterapkan oleh guru dalam mengintegrasikan pendidikan karakter dalam setiap kurikulum sebagai bentuk revitalisasi sebagai berikut; 1) Guru dapat menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, seeta relevan dalam konteks kehidupannya (student active learning, contextual learning, inquiry-based learning, integrated learning), 2) Guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana yang mampu memberikan rasa aman, penghargaan tanpa ancaman, dan memberikan semangat, 3) Guru memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sitematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good, 4) Guru dapat menerapkan metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan kurikulum dengan melibatkan sembilan aspek kecerdasan (Muslich, 2011:33).
                Adapun strategi lain dari revitalisasi pendidikan karakter yang dapat diterapkan di sekolah-sekolah seperti yang dikemukakan oleh Thomas Lickona (2013: 181) yakni menciptakan lingkungan kelas yang demokrasi, mengajarkan cara menghormati dan bertanggung jawab, mengajarkan cara menyelesaikan konflik, membantu siswa berpikir jernih soal kecurangan, mengajari siswa untuk peduli terhadap nilai-nilai moral.
                Ketika pendidikan karakter telah diintegrasikan dalam kurikulum maka, peranan guru dalam pendidikan karakter itu sendiri adalah sebagai berikut; 1) Mencintai anak, cinta yang tulus pada anak adalah awal mendidik anak sehingga dapat mendorong anak untuk melakukan yang terbaik pada diri anak; 2) Bersahabat dengan anak dan menjadi teladan bagi anak dalam setiap ucapan, perbuatan yang lebih menyenangkan, sopan dan beradab; 3) Mencintai pekerjaan guru yang diwujudkan dengan mencintai anak didiknya satu persatu, memahami kemampuan akademisnya, kepribadian murid dan kebiasaan-kebiasaan lainnya; 4) Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan artinya guru harus terbuka dengan teknik mengajar baru, tidak sombong dan selalu mencari ilmu; 5) Tidak pernah berhenti belajar dalam rangka meningkatkan profesionalitas.
                Disamping itu Masnur Muslich (2011:142) menyebutkan bahwa guru sebagai ujung tombak dari keberhasilan pendidikan karakter maka guru pun harus menunjukkan sebagai guru yang berkarakter seperti; 1) Memiliki pengetahuan keagamaan yang luas dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara aktif, 2) Bersih jasmani dan rohani, 3) Pemaaf, penyabar, dan jujur, 4) Berlaku adil terhadap peserta didik dan semua stakeholders pendidikan, 5) Mempunyai watak dan sifat ketuhanan (robbaniyah) yang tercermin dalam pola pikir, ucapan dan tingkah laku, 6) Meningkatkan kualitas keilmuan secara berkelanjutan, 7) Tegas bertindak, profesional, dan proporsional, 8) Tanggap terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola pikir peserta didik; dan 9) Menumbuhkan kesadaran diri sebagai penasihat.
Dengan adanya peranan guru dalam pendidikan karakter seperti yang diungkapkan di atas dapat menjadi pendukung untuk merevitalisai nilai-nilai karakter bangsa melalui pengintegrasiannya ke dalam kurikulum yang bersifat holistik, sehingga keresahan dalam dunia pendidikan tidak akan terjadi lagi serta membuat bangsa Indonesia memiliki jati diri dan martabat yang tinggi di kalangan Internasional.

D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
                Keberhasilan revitalisasi pendidikan karakter perlu adanya dukungan dan kerjasama oleh semua pihak terutama guru sebagai pelaku dari perubahan yang memiliki peranan utama sebagai pendidik karakter. Sebagai pendidik karakter tentunya guru pun haruslah menjadi guru yang berkarakter baik seperti; 1) Memiliki pengetahuan keagamaan yang luas dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara aktif, 2) Bersih jasmani dan rohani, 3) Pemaaf, penyabar, dan jujur, 4) Berlaku adil terhadap peserta didik dan semua stakeholders pendidikan, 5) Mempunyai watak dan sifat ketuhanan (robbaniyah) yang tercermin dalam pola pikir, ucapan dan tingkah laku, 6) Meningkatkan kualitas keilmuan secara berkelanjutan, 7) Tegas bertindak, profesional, dan proporsional, 8) Tanggap terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola pikir peserta didik; dan 9) Menumbuhkan kesadaran diri sebagai penasihat.
2. Saran
                Pendidikan karakter mempunyai peranan yang sangat penting bagi nasib sebuah bangsa di masa yang akan datang oleh karena itu masalah pendidikan karakter diharapkan menjadi perhatian dan tanggung jawab semua stake holder pendidikan, apapun jenjang pendidikannya. Semua komponen pendidikan dapat berpartisipasi aktif dan menjadi teladan yang baik dalam menyukseskan pendidikan karakter. Selain itu agar revitalisasi dapat berjalan dengan lancar diperlukan tenaga pendidik yang betul-betul memiliki kompetensi yang unggul, tenaga pendidik yang berkarakter agar pendidikan karakter tidak hanya menjadi wacana saja melaikan sebagai upaya konkrit dalam pendidikan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas SDM di tengah era modernisasi.


DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, Azhar, 2011.” Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi.”Makalah disajikan pada ACIS ke-11.
Azra, Azzumardi, 2012. Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta: Kompas.
Ghede, Raka, 2011. Pendidikan Membangun Karakter. Bandung.
Jalaludin 2011.”Menggali Nilai-nilai Kearifan Lokal Sumatera Selatan untuk Pengayaan Pendidikan Karakter” Makalah disampaikan pada Rapat Koordinasi Dewan Pendidikan Sumsel.
Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta.
Lickona, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusamedia.
Muslich, Masnur, 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Nofrizal, Nawawi, 2011. ”Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Nilai-nilai Keagamaan” Makalah disajikan pada semiloka pendidikan karakter bangsa: Palembang.
PP Muhammadiyah-Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa: 2009.
Sirozi, Muhammad, 2011.”Mengefektifkan Pendidikan Karakter” Makalah disajikan pada semiloka pendidikan karakter bangsa di Palembang.







0 komentar: