COVER PROSIDING
Jumat, 14 Agustus 2015
Diposting oleh
Program Study Sejarah STKIP PGRI Lubuklinggau
di
17.36
0
komentar
PROSIDING: Revitalisasi Pendidikan Karakter di Era Modernisasi
PROSIDING : SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU FKIP JIP PGSD
ISBN : 978-602-8043-489
REVITALISASI PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA MODERNISASI
Oleh: Yeni Asmara, M.Pd.
Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
e-mail : yeni.stkip.@gmail.com
ABSTRAK
Revitalisasi pendidikan
karakter sebagai upaya meningkatkan kualitas bangsa Indonesia dapat dimulai
dengan membenahi pendidikan seperti mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam
kurikulum pendidikan. Nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan
kepada bangsa Indonesia adalah nilai-nilai karakter yang telah dimiliki oleh
masyarakat melalui proses internalisasi. Integrasi pendidikan karakter
dalam kurikulum sekolah dapat dilaksanakan melalui kurikulum yang bersifat
holistik berlandaskan pada pendekatan Inquiry yaitu anak dilibatkan dalam
merencanakan, bereksplorasi, dan berbagi gagasan. Adapun strategi yang dapat
diterapkan oleh guru dalam mengintegrasikan pendidikan karakter pada setiap kurikulum adalah sebagai berikut;
1) Guru dapat menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi keaktifan
murid, 2) Guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, 3) Guru
memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sitematis, dan
terkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and
acting the good, 4) Guru dapat menerapkan metode pengajaran yang memperhatikan
keunikan masing-masing peserta didik.
Kata Kunci : Revitalisasi, Pendidikan
Karakter
A.
Pendahuluan
Di Era modernisasi yang ditandai dengan kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang canggih telah membawa masyarakat Indonesia menjauh
bahkan melupakan karakter bangsa yang merupakan pondasi utama dan penting untuk
ditanamkan kepada anak-anak sejak dini. Pada saat ini dapat dikatakan Indonesia
mengalami krisis multidimensional termasuk di dalamnya adalah krisis karakter
terutama yang terjadi pada anak-anak sebagai generasi muda. Dari beberapa kasus
yang terjadi seperti tindakan buillying
yang dilakukan anak-anak di sekolah terhadap teman-teman sehingga mengakibatkan
kerugian bahkan kematian.
Menurunnya nilai-nilai budi pekerti, moral dan
etika dari generasi bangsa yang ditunjukkan dengan berbagai macam sikap,
prilaku dan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang sesuai dengan
falsafah bangsa. Permasalahan tersebut seharusnya menjadi perhatian dan pemikiran
penting bagi dunia pendidikan, dikarenakan pendidikan merupakan mekanisme
institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa.
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) dalam menghadapi era modernisasi karena kualitas
karakter bangsa ikut menentukan kemajuan suatu bangsa. Sebuah peradaban
akan menurun apabila terjadi demoralisasi pada masyarakatnya. Faktor moral
(akhlak) adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa
membantu sebuah masyarakat yang tertib aman dan sejahtera. Dengan demikian karakter bangsa saat ini merupakan harga mati
karena prilaku menyimpang telah membudaya yang hanya dapat diberantas dengan
mengubah pola pikir dan karakter, tidak ada pilihan lagi jika bangsa Indonesia
ingin diakui oleh dunia. Oleh karena itu seharusnya bangsa Indonesia tetap berpegang teguh pada nilai-nilai
budaya yang kuat sehingga tetap mencerminkan kepribadian bangsa yang sesuai
dengan falsafah Pancasila.
Melihat realita karakter bangsa yang sangat
memprihatinkan, maka diperlukan upaya pemberantasan karakter buruk tersebut
dengan cara mengubah pola pikir ataupun karakter manusia melalui pendidikan, sehingga pendidikan karakter sebagai pilar dari kebangkitan bangsa yang
dianggap sebagai salah satu agenda strategis untuk mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh dari semua komponen bangsa terutama kalangan pendidik.
Pendidikan pada
dasarnya upaya pembentukan karakter yang didalamnya terdapat upaya untuk
memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan
jasmani anak didik. Karena itu pendidikan
karakter harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari kalangan dunia
pendidikan. Pendidikan karakter yang saat ini dijadikan sebagai langkah
strategis dalam memperbaiki keadaan bangsa sebagai implementasi dari upaya
pemerintah merevitalisasi pendidikan karakter
di setiap jenjang pendidikan, karena dianggap generasi muda saat ini telah jauh
dari nilai-nilai moral budaya bangsa sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD
1945.
Konsep revitalisasi yang dimaksud dalam tulisan
ini adalah sebuah upaya menghidupkan dan membangkitkan kembali pendidikan karakter
pada jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Maka dari itu dalam tulisan ini perlu mengemukakan tentang hakikat pendidikan
karakter, sasaran pendidikan karakter, bentuk revitalisasi pendidikan karakter,
strategi dan peran guru dalam revitalisasi pendidikan karakter.
Revitalisasi
pendidikan karakter dalam dunia pendidikan terutama di sekolah-sekolah sangat
memerlukan tenaga pendidik yang handal, bukan saja handal dalam segi tranfer
pengetahuan melainkan handal juga dalam segi olah rasa, olah jiwa dan
penyampaian pesan-pesan moral. Dalam perannya tersebut pendidik harus melakukan penanaman dan pembinaan karakter bagi
siswa serta menuntut
kesadaran yang tinggi bagi setiap komponen yang terlibat agar dapat mengintegrasikan pendidikan karakter
dalam matapelajaran setiap jenjang pendidikan. Hal tersebut sebagai
upaya mengubah, membentuk dan membangun serta memperbaiki karakter bangsa
Indonesia terutama generasi muda yang saat ini telah menyimpang dari falsafah
bangsa.
B. Metode
Metode merupakan cara
yang dilakukan dalam mengumpulkan data. Makalah ini disusun dengan menggunakan
metode literature artinya penulis melakukan pengumpulan data dengan membaca
buku-buku dan dan sumber-sumber yang relevan atau mendukung pembahasan makalah yang disajikan yakni
berkaitan dengan masalah revitalisasi pendidikan karakter di era modernisasi
yang mencakup tentang hakikat pendidikan karakter, bentuk revitalisasi
pendidikan karakter, strategi dan peran guru dalam revitalisasi pendidikan
karakter.
C. Pembahasan
1. Hakikat Pendidikan Karakter
”Pendidikan Karakter” bukanlah ”Pendidikan
tentang Karakter” tetapi merupakan proses edukasi untuk menanamkan nilai-nilai
karakter yang baik pada diri peserta didik dan membimbing atau melatih anak
untuk dapat dan selalu bertindak atau menjalani kehidupan sehari-hari sesuai
dengan nilai-nilai tersebut (Sirozi, 2011:4)
Krisis akhlak yang
disebabkan kurang efektifnya pendidikan nilai dalam arti luas (di rumah,
sekolah dan masyarakat) menimbulakan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa
dan negara, sehingga pendidikan dipandang belum mampu menyiapkan generasi muda
untuk menjadi warga negara yang baik. Dunia pendidikan dianggap telah melupakan
tujuan utama pendidikan yaitu mengembagkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
secara simultan dan seimbang. Maka dari itu diperlukan sebuah upaya
revitalisasi yakni menghidupkan kembali pendidikan karakter yang telah ada
sebelumnya, tetapi dalam dasawarsa terakhir dikarenakan faktor-faktor tertentu
sebagai dampak modernisasi terjadilah sebuah pergeseran nilai-nilai sehingga
membawa masyarakat jauh bahkan melupakan pendidikan karakter itu sendiri.
Langkah strategis dari
revitalisasi pendidikan karakter dapat dimulai dari membenahi pendidikan yaitu
dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kurikulum pendidikan.
Dalam konteks demikian maka, nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan kepada
bangsa Indonesia adalah nilai-nilai karakter yang telah dimiliki oleh
masyarakat melalui proses internalisasi.
Adapun nilai-nilai karakter yang perlu dimiliki
oleh anak yang dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum adalah sebagai berikut;
(1) Nilai-nilai spiritual yaitu nilai keberagamaan yang berorientasi kepada
etika dan akhlak serta penyeimbang antara ke saleha individu dan sosial seperti
taat beragama, maju berbudaya ; (2) Nilai-nilai solidaritas kebangsaan yang
harmosia dan dinamis yang perlu ditanamkan seperti kebiasaan hidup berdampingan
secara damai, saling memahami, menghormati, tolong menolong untuk kemajuan
bangsa dan negara; (3) Nilai-nilai kedisiplinan yaitu membiasakan agar selalu
tepat pada waktu, dan menyadari norma-norma hukum yang berlaku; (4) Nilai-nilai
kemandirian, seperti melatih untuk melakukan sesuatu dengan usaha sendiri tidak
selalu bergantung kepada orang lain; (5) Niali-nilai kemajuan dan keunggulan
seperti membangun karakter yang selalu berorientasi kepada prestasi dan
semangat kerja (Nawawi, 2011:5).
Kemudian nilai-nilai karakter lain yang dapat
diintegrasikan dalam kurikulum yaitu nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia
Indonesia misalnya; 1) Nilai religius; yang dicirikan oleh sikap hidup dan
kepribadian seperti taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong
menolong dan toleran, 2) Moderat yang dicirikan dari sikap hidup yang tidak
radikal, kepribadian tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi
dan rohani, hidup bersama dalam kemajemukan, 3) Cerdas yang dicirikan oleh
sikap hidup rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju, 4) Mandiri yang
dicirikan oleh sikap hidup mereka, disiplin, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha,
kerja keras, cinta bangsa tanpa kehilangan orientasi ( PP-Muhammadiyah, 2009).
Nilai-nilai karakter
tersebut dapat berjalan efektif jika dalam pengintegrasian pada kurikulum dapat
dikemas dalam bentuk pengalaman langsung (real
life exferience), melalui proses habituasi, akulturasi, dan inkulturasi.
Jalaludin (2011:9) menjelaskan bahwa untuk dapat secara efektif membentuk
”tabiat” atau ”perangai” dengan menanamkan nilai-nilai maka, pendidikan
karakter perlu lebih menekankan proses bukan hanya content dan contexts, bukan
hanya text. Dengan kata lain, pendidikan karakter tidak cukup jika hanya
dikemas dalam bentuk ceramah, pengarahan atau pidato-pidato. Pendidikan
karakter memerlukan program-program yang riil, yang berkaitan dengan kehidupan
nyata dan ditunjang oleh ilmu tingkah laku, dan paling penting adalah “pendidik”
yang memberikan contoh tersebut.
Dengan landasan
keilmuan yang kuat dan pengalaman langsung melalui proses habituasi,
akulturasi, dan inkulturasi maka, pendidikan karakter yang mengintegrasikan
nilai-nilai kehidupan diharapkan dapat membentuk prilaku lahir batin warga
negara, serta dapat menjadikan anggota masyarakat memiliki keseimbangan antara
kehidupan pribadi dan lingkungan, menjunjung tinggi kehormatan, peduli,
berkeadilan dan bertanggung jawab.
Pendidikan karakter yang mencakup pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral dan watak yang dapat
diintegrasikan ke dalam kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan dituntut
untuk dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memberikan
keputusan-keputusan baik, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Kemendiknas, 2011). Pendidikan karakter
yang diintegrasikan ke dalam kurikulum bukan hanya sekedar menanamkan mana yang
benar atau salah tetapi berusaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik
sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai
yang telah menjadi kepribadiannya.
Menurut Gedhe (2011:23) menjelaskan bahwa
nilai-nilai pendidikan karakter yang dintegrasikan ke dalam kurikulum akan
efektif apabila dalam pelaksanaanya ada keseimbangan antara aspek kognitif,
afektif dan psikomotor. Penekanan pada aspek kognitif diperlukan, agar peserta
didik dapat membuat pertimbangan moral (value
analysis) dan mendiskusikan alasan-alasan tentang kedudukan nilai-nilai
yang terkait dengan karakter melalui proses berpikir logis.
Keseimbangan ranah kognitif, afektif dan
psikomotor dapat diwujudkan ke dalam semua perangkat pembelajaran baik yang
tercantum dalam teks kurikulum formal maupun yang tersembunyi di balik pola
interaksi interpersonal di lingkungan sekolah. Kemendiknas (2011:5) menjelaskan
bahwa keseimbangan antara pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling)
dan prilaku yang baik (moral action)
adalah prasyarat bagi keberhasilan pendidikan karakter, karena hanya dengan
keseimbangan tersebut dapat diwujudkan kesatuan perilaku dan sikap hidup
peserta didik, yang juga dijelaskan oleh Sayid Qutub bahwa pendidikan karakter
perlu menjaga keseimbangan antara pengembangan spritual-perasaan,
intelek-rasional dan jasmaniah.
2. Sasaran Pendidikan
Karakter
Untuk menyukseskan program revitalisasi pendidikan karakter membutuhkan
dukungan dan kerjasama antara semua pihak. Pendidikan karakter yang bertujuan
membentuk kepribadian seseorang, akan terlihat hasilnya dalam tindakan nyata
seorang tersebut seperti tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab,
menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Kesemua hasil itu
dapat terjadi secara konkret apabila semua pihak bukan hanya sekedar mendukung
dalam bentuk instruksi saja tetapi yang lebih penting bagaimana semua pihak
yang bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian bangsa dapat menjadi contoh
dalam melaksanakan karakter yang baik sesuai dengan nilai-nilai moral yang
berlaku bagi generasi bangsa. Pendidikan karakter tanpa adanya contoh atau
keteladanan dari semua pihak, maka tidak akan membuahkan keberhasilan.
Sasaran pendidikan
karakter bukan hanya diperuntukan bagi siswa ketika berada di sekolah, bukan
hanya untuk anak ketika berada di rumah, atau bukan juga hanya masyarakat bawah
jika dalam sebuah negara. Ketika berada di lingkungan rumah, sekolah, bahkan
negara sosok seperti orang tua, guru, pemerintah sebagai pemimpin, dan semua
pihak yang ada dalam trilogi pendidikan harus mampu menjadi teladan atau contoh
yang baik dalam setiap lingkungan tempat melakukan interaksi, dikarenakan
contoh yang nyata dapat memudahkan baik anak, siswa atau masyarakat sekalipun
dapat mudah memahami pengetahuan yang diperoleh, dalam pendidikan yang lebih
penting bukan hanya penguasaan materi atau pengetahuan saja melainkan perlu
mengedepankan akhlak, moral yang baik untuk meningkatkan kualitas SDM yang siap
menghadapi tantangan di era modernisasi sehingga bangsa Indonesia tidak
kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila.
Hubungannya dengan
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah maka guru, siswa dan anggota
komunitas sekolah harus bersama-sama berjuang dalam menghayati visi dan
merealisasikan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan. Karena guru adalah pelaku perubahan. Dengan
demikian guru memiliki peranan utama sebagai pendidik karakter. Sebagai
pendidik karakter, guru wajib membekali para siswa dengan nilai-nilai kehidupan
yang positif dan yang berguna bagi kehidupan siswa pada saat ini dan masa yang
akan datang. Guru yang baik akan membawa perubahan terhadap para siswa menuju
ke arah yang lebih baik, membuat siswa menjadi cerdas, membuat siswa mampu
memahami dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, dan yang paling penting
adalah membangun karakter positif.
3. Bentuk Revitalisasi
Pendidikan Karakter
Upaya dalam
menghidupkan dan membangkitkan kembali (Revitalisasi) pendidikan karakter yang merupakan
langkah penting dilakukan oleh pemerintah seperti dengan mengintegrasikan
nilai-nilai karakter ke dalam berbagai kurikulum yang ada di sekolah-sekolah
mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi.
Pendidikan
karakter yang dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah bukan hanya
memberikan aktifitas kognitif saja pada peserta didik tanpa diberikan
pengalaman dan habituasi, sehingga memungkinkan lahirnya generasi yang memiliki
pengetahuan luas tentang karakter tetapi tidak memiliki karakter. Tantangan
yang paling mendasar dalam pelaksanaan pendidikan karakter adalah kemampuan
membentuk manusia-manusia yang tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas
tentang karakter, tetapi juga punya karakter (Sirozi, 2011:7). Dengan demikian
pendidikan karakter sebaiknya tidak monolitik atau dikemas dalam satu mata
pelajaran tersendiri, tetapi diintegrasikan dengan semua kegiatan baik
kurikuler dan ekstra kurikuler. Dengan kata lain pendidikan karakter diharapkan
dapat menjadi inti dari semua program pendidikan atau matapelajaran dikarenakan
bagian yang paling esensial dari pendidikan karakter adalah “membangun
karakter” bukan membuat “mata pelajaran pendidikan karakter”.
Pendidikan karakter
dapat terlaksana dengan baik apabila lembaga pendidikan dapat membenahi kondisi
dan mutunya yang berhubungan langsung dengan fungsi dan peran lembaga
pendidikan itu sendiri. Herbert Spenser menjelaskan bahwa ”education has for its object the formation
of character” pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter (Arsyad, 2011:10).
Selain itu, terlaksananya pendidikan karakter memerlukan kesadaran, semangat,
dan komitmen yang tinggi dan disertai dengan strategi yang tepat sehingga
pendidikan karakter dapat berjalan efektif.
Melalui
pola terpadu (Intergrated Character
Education), maka pendidikan karakter diharapkan menjadi perhatian dan
tanggung jawab semua pendidik, apapun bidang studi atau pelajaran yang
diajarkannya. Semua guru bidang studi berpartisipasi aktif dan menjadi teladan
yang baik dalam menyukseskan pendidikan karakter. Ketika muncul persoalan
karakter dalam kehidupan peserta didik, maka semua pendidik turut bertanggung
jawab, bukan saling menyalahkan antar guru bidang studi tertentu.
Untuk pencapaian
tujuan pendidikan karakter yang utuh, diperlukan kurikulum yang bersifat
holistik yaitu kurikulum terpadu yang menyentuh semua aspek kebutuhan anak.
Muslich (2011:32) menjelaskan bahwa sebuah kurikulum yang terkait, tidak
terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan
menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual. Bidang-bidang pengembangan
dalam setiap satuan pendidikan dikembangkan pada konsep pendidikan kecakapan
hidup yang terkait dengan pendidikan personal, sosial, pengembangan berpikir
atau bersifat kognitif, pengembangan karakter dan pengembangan persepsi motorik
dapat terangkum dengan baik apabila materi ajarnya dirancang melalui
pembelajaran yang terpadu dan menyeluruh (holistik).
Secara teknis,
pembelajaran holistik terjadi apabila kurikulum dapat menampilkan tema yang
mendorong terjadinya eksplorasi atau kejadian-kejadian secara autentik dan
alamiah. Azra (2012:25) menjelaskan bahwa dengan munculnya tema atau kejadian
yang alami ini akan terjadi suatu proses pembelajaran yang bermakna dan materi
yang dirancang akan saling berhubungan dengan berbagai bidang pengembangan yang
ada dalam kurikulum.
Pendidikan karakter
dengan kurikulum holistik berlandaskan pada pendekatan Inquiry yaitu anak dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi,
dan berbagi gagasan. Anak-anak didorong untuk berkolaborasi bersama
teman-temannya dan belajar dengan cara mereka sendiri. Anak-anak dapat
diberdayakan sebagai si pembelajar dan mampu mengejar kebutuhan belajar mereka
melalui tema-tema yang dirancang. Pembelajaran holistik dapat dilakukan dengan
baik apabila pembelajaran dilakukan bersifat alami, natural, nyata, dekat
dengan diri anak, dan guru melaksanakannya dapat memiliki pemahaman konssep
pembelajaran terpadu dengan baik, selain itu juga dibutuhkan kreatifitas dan
bahan-bahan sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam membuat model-model
pembelajaran yang tematis sehingga pendidikan karakter dapat lebih bermakna
dalam pelaksanaannya.
Adapun tujuan dari
pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum yang sifatnya holistik
dapat membentuk manusia secara utuh yang berkarakter dengan mengembangkan aspek
fisik, emosi, sosial, kreatifitas, spiritual dan intelektual siswa secara
optimal, serta membentuk manusia yang life
long learners (pembelajar sejati).
4. Strategi dan Peranan Guru dalam Revitalisasi Pendidikan Karakter
Revitalisasi
pendidikan karakter dapat berhasil dengan baik apabila semua komponen
pendidikan memiliki komitmen yang tinggi untuk melakukan perbaikan kualitas SDM
meliputi perbaikan dan peningkatan terhadap karakter bangsa yang bermoral,
beretika, dan berbudaya. Apabila komponen pendidikan tersebut terutama pendidik
tidak memiliki kesadaran tinggi dan kompetensi yang handal untuk melaksanakan
revitalisasi tersebut, maka pendidikan karakter yang saat ini merupakan langkah
strategis bagi pemerintah di bidang pendidikan dengan tujuan untuk memperbaki
moral bangsa hanya akan menjadi sekedar wacana tanpa ada hasilnya. Strategi
yang dapat diterapkan oleh guru dalam mengintegrasikan pendidikan karakter
dalam setiap kurikulum sebagai bentuk revitalisasi sebagai berikut; 1) Guru
dapat menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu
metode yang dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia
terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna,
seeta relevan dalam konteks kehidupannya (student
active learning, contextual learning, inquiry-based learning, integrated
learning), 2) Guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana yang mampu
memberikan rasa aman, penghargaan tanpa ancaman, dan memberikan semangat, 3)
Guru memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sitematis, dan berkesinambungan
dengan melibatkan aspek knowing the good,
loving the good, and acting the good, 4) Guru dapat menerapkan metode
pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan
kurikulum dengan melibatkan sembilan aspek kecerdasan (Muslich, 2011:33).
Adapun strategi lain
dari revitalisasi pendidikan karakter yang dapat diterapkan di sekolah-sekolah
seperti yang dikemukakan oleh Thomas Lickona (2013: 181) yakni menciptakan
lingkungan kelas yang demokrasi, mengajarkan cara menghormati dan bertanggung jawab,
mengajarkan cara menyelesaikan konflik, membantu siswa berpikir jernih soal
kecurangan, mengajari siswa untuk peduli terhadap nilai-nilai moral.
Ketika
pendidikan karakter telah diintegrasikan dalam kurikulum maka, peranan guru
dalam pendidikan karakter itu sendiri adalah sebagai berikut; 1) Mencintai
anak, cinta yang tulus pada anak adalah awal mendidik anak sehingga dapat
mendorong anak untuk melakukan yang terbaik pada diri anak; 2) Bersahabat
dengan anak dan menjadi teladan bagi anak dalam setiap ucapan, perbuatan yang
lebih menyenangkan, sopan dan beradab; 3) Mencintai pekerjaan guru yang
diwujudkan dengan mencintai anak didiknya satu persatu, memahami kemampuan
akademisnya, kepribadian murid dan kebiasaan-kebiasaan lainnya; 4) Luwes dan
mudah beradaptasi dengan perubahan artinya guru harus terbuka dengan teknik
mengajar baru, tidak sombong dan selalu mencari ilmu; 5) Tidak pernah berhenti
belajar dalam rangka meningkatkan profesionalitas.
Disamping itu Masnur
Muslich (2011:142) menyebutkan bahwa guru sebagai ujung tombak dari
keberhasilan pendidikan karakter maka guru pun harus menunjukkan sebagai guru
yang berkarakter seperti; 1) Memiliki pengetahuan keagamaan yang luas dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara aktif, 2) Bersih jasmani dan
rohani, 3) Pemaaf, penyabar, dan jujur, 4) Berlaku adil terhadap peserta didik
dan semua stakeholders pendidikan, 5)
Mempunyai watak dan sifat ketuhanan (robbaniyah) yang tercermin dalam pola
pikir, ucapan dan tingkah laku, 6) Meningkatkan kualitas keilmuan secara
berkelanjutan, 7) Tegas bertindak, profesional, dan proporsional, 8) Tanggap
terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan
pola pikir peserta didik; dan 9) Menumbuhkan kesadaran diri sebagai penasihat.
Dengan adanya peranan guru dalam pendidikan
karakter seperti yang diungkapkan di atas dapat menjadi pendukung untuk
merevitalisai nilai-nilai karakter bangsa melalui pengintegrasiannya ke dalam
kurikulum yang bersifat holistik, sehingga keresahan dalam dunia pendidikan
tidak akan terjadi lagi serta membuat bangsa Indonesia memiliki jati diri dan
martabat yang tinggi di kalangan Internasional.
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Keberhasilan revitalisasi pendidikan karakter perlu adanya dukungan dan
kerjasama oleh semua pihak terutama guru sebagai pelaku dari perubahan yang
memiliki peranan utama sebagai pendidik karakter. Sebagai pendidik karakter tentunya
guru pun haruslah menjadi guru yang berkarakter baik seperti; 1) Memiliki
pengetahuan keagamaan yang luas dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
secara aktif, 2) Bersih jasmani dan rohani, 3) Pemaaf, penyabar, dan jujur, 4)
Berlaku adil terhadap peserta didik dan semua stakeholders pendidikan, 5) Mempunyai watak dan sifat ketuhanan
(robbaniyah) yang tercermin dalam pola pikir, ucapan dan tingkah laku, 6)
Meningkatkan kualitas keilmuan secara berkelanjutan, 7) Tegas bertindak,
profesional, dan proporsional, 8) Tanggap terhadap berbagai kondisi yang
mungkin dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola pikir peserta didik; dan
9) Menumbuhkan kesadaran diri sebagai penasihat.
2. Saran
Pendidikan karakter
mempunyai peranan yang sangat penting bagi nasib sebuah bangsa di masa yang
akan datang oleh karena itu masalah pendidikan
karakter diharapkan menjadi perhatian dan tanggung jawab semua stake holder pendidikan, apapun jenjang
pendidikannya. Semua komponen pendidikan dapat berpartisipasi aktif dan menjadi
teladan yang baik dalam menyukseskan pendidikan karakter. Selain itu agar
revitalisasi dapat berjalan dengan lancar diperlukan tenaga pendidik yang
betul-betul memiliki kompetensi yang unggul, tenaga pendidik yang berkarakter
agar pendidikan karakter tidak hanya menjadi wacana saja melaikan sebagai upaya
konkrit dalam pendidikan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas SDM di
tengah era modernisasi.
DAFTAR RUJUKAN
Arsyad, Azhar, 2011.”
Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa di Perguruan
Tinggi.”Makalah disajikan pada ACIS ke-11.
Azra,
Azzumardi, 2012. Paradigma Baru
Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta: Kompas.
Ghede, Raka, 2011. Pendidikan Membangun Karakter. Bandung.
Jalaludin 2011.”Menggali Nilai-nilai Kearifan Lokal Sumatera
Selatan untuk Pengayaan Pendidikan Karakter” Makalah disampaikan pada Rapat
Koordinasi Dewan Pendidikan Sumsel.
Kementerian Pendidikan
Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan 2011.
Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter.
Jakarta.
Lickona, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik
Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusamedia.
Muslich, Masnur, 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan
Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Nofrizal, Nawawi, 2011. ”Pendidikan Karakter dengan Pendekatan
Nilai-nilai Keagamaan” Makalah disajikan pada semiloka pendidikan karakter
bangsa: Palembang.
PP Muhammadiyah-Revitalisasi Visi dan Karakter
Bangsa: 2009.
Sirozi, Muhammad, 2011.”Mengefektifkan Pendidikan Karakter”
Makalah disajikan pada semiloka pendidikan karakter bangsa di Palembang.
Diposting oleh
Program Study Sejarah STKIP PGRI Lubuklinggau
di
15.46
0
komentar
PENGUMUMAN
Rabu, 05 Agustus 2015
DIBERITAHUKAN KEPADA SELURUH MAHASISWA YANG AKAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI BAHWA PRIODE UJIAN SKRIPSI AKAN DIBUKA PADA BULAN AGUSTUS 2015.
BAGI SUDAH MENDAFTAR HARAP SEGERA MELAKUKAN REGISTRASI ULANG PADA SEMESTER AKHIR.
TERIMA KASIH
Diposting oleh
Program Study Sejarah STKIP PGRI Lubuklinggau
di
16.55
0
komentar
Langganan:
Postingan (Atom)